Kutacane, NEWSCEOACEH.COM -Sudah dua kali media online lokal terperinci tertangkap menulis berita tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu mengenai dana bos. Dalam pemberitaan tersebut, media tersebut menuding adanya penyalahgunaan dana bos tanpa melakukan verifikasi yang jelas. Hal ini menjadi sorotan karena bisa berdampak pada citra lembaga pendidikan yang bersangkutan, Sabtu (29/07/2023)
Bendahara sekolah telah menegaskan bahwa transparansi penggunaan dana bos bisa diakses melalui pengumuman dan dapat dilihat melalui SIAP KPK, serta diinspeksi oleh instansi seperti Inspektorat Cabdin dan Disdik Aceh, serta data dapodik. Pihak sekolah telah menunjukkan bukti fisik untuk membuktikan keabsahan dan keterbukaan dalam penggunaan dana bos.
Kegiatan-kegiatan berharga yang diadakan di tingkat daerah dan nasional, sayangnya, sering kali menghadapi keterbatasan dana. Meskipun demikian, mereka tetap dijalankan dengan semangat untuk kemajuan sekolah, yang juga berarti berjuang demi kemajuan pendidikan dan mencetak sumber daya manusia di Aceh Tenggara. Oleh karena itu, media seharusnya tidak sembarangan dalam menulis berita, tetapi harus berfungsi untuk mendukung pendidikan dan mencerdaskan masyarakat.
Bila terdapat dugaan penyalahgunaan dana bos, disarankan agar pihak media menghubungi dan melibatkan pihak Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh sebelum menuduh secara langsung. Tindakan semacam itu akan merusak reputasi lembaga pendidikan dan menciderai etika jurnalistik serta melanggar Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999.
Pihak Inspektorat secara rutin melakukan pemeriksaan di berbagai sekolah SMA dan SMK, termasuk di SMKPP Kutacane dan SMA di Agara. Temuan dan penyalahgunaan dana bos yang mungkin ditemukan seharusnya ditindaklanjuti dengan bijaksana, dan bukan hanya berdasarkan dugaan semata. Hal ini untuk mencegah adanya kepentingan tertentu di balik berita-berita yang menuduh penyalahgunaan dan korupsi.
Media yang ingin menyampaikan berita seharusnya bertanggung jawab dalam mencari dan memverifikasi fakta serta data yang tepat, dan tidak sembrono dalam menulis berita. Jurnalisme investigasi yang teliti dan cermat perlu digunakan untuk menciptakan berita yang berimbang, beretika, dan tidak menimbulkan fitnah.
Dalam menjalankan tugasnya, wartawan tidak diperbolehkan menerima imbalan dari narasumber dan menghindari pungli atau meminta bagian dari dana bos. Begitu juga kepala sekolah, mereka tidak boleh menggunakan dana bos untuk kepentingan pribadi, melainkan harus mengikuti aturan dan pedoman yang berlaku.
Sebagai informasi, beberapa media yang tidak terverifikasi oleh Dewan Pers dan wartawan yang tidak memiliki izin kerap menulis berita yang diduga hanya berdasarkan asumsi, tanpa melakukan konfirmasi yang tepat terlebih dahulu. Praktik semacam ini jelas merupakan pelecehan terhadap profesi jurnalistik yang seharusnya bertanggung jawab dan profesional.
Narasumber berhak memberikan hak jawab sesuai ketentuan yang berlaku dan melaporkan pemberitaan yang tidak seimbang atau berita hoax. Pengawasan terhadap penggunaan dana bos harus dilakukan oleh LSM dan media, namun hal ini tidak berarti mereka memiliki kewenangan untuk menghukum atau mengeksekusi pihak yang terlibat.
Akhirnya, dalam pemberitaannya, media sebaiknya menghindari menyerang pribadi dan mencemarkan citra lembaga untuk kepentingan pribadi oknum tertentu. Sebagai lembaga pendidikan, dana yang tersedia tidak disediakan untuk memenuhi kebutuhan wartawan, melainkan lebih diarahkan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia.