Banda Aceh – Kehadiran Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) seharusnya menjadi peluang bagi perbankan yang ada di Aceh untuk menjadi penopang perekonomian Aceh dan menyentuh sektor UMKM. Dalam Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mewajibkan perbankan yang beroperasi di wilayah Aceh diharuskan mengalokasikan dana pembiayaannya untuk UMKM sebesar 40 persen, lebih besar dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23 tahun 2021.
“Hanya saja Bank Aceh Syariah saat ini baru bisa menyerap hingga 26 % pembiayaan untuk UMKM. Dalam hal ini kita melihat kinerja dewan komisaris Bank plat merah ini tidak melakukan pengawasan dengan baik sehinggga kebijakan pembiayaan BAS tidak berpihak ke rakyat. Sebagai contoh, pembiayaan saat ini masih fokus PNS, sementara pembiayaan UMKM dari tahun ke tahun hanya sekitar 20%, padahal seharusnya ada peningkatan menjadi 50:50% atau lebih. Hal itu sangat memungkinkan jika pengawasan kebijakan BAS oleh dekom berjalan maksimal,”ungkap ketua Serikat Aneuk Muda Aceh (SAMA), Tomi Azrian kepada media, Selasa 11 Oktober 2022.
Menurutnya, selama ini pihak dewan komisaris BAS selain hanya bisa mempolitisir jalannya usaha bank plat merah itu, kebijakan dan kontribusi untuk kemajuan usaha bank kebanggaan rakyat Aceh itu. Bahkan BAS tidak mampu berkontribusi maksimal untuk menopang perekonomian Aceh sehingga Aceh menjadi daerah termiskin di Sumatera. “Sangat disayangkan, sudah digaji besar dan juga diberikan berbagai fasilitas, namun dekom BAS tak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Jangankan untuk mendorong suatu terobosan, dan memberikan masukan. Bahkan terkadang lebih sering terlihat hanya sebatas menghambat kemajuan usaha Bas itu sendiri, dikarenakan pihak yang menduduki jabatan itu tidak kompeten dan tisak memahami dunia perbankan,” katanya.
Untuk itu, secara tegas pihaknya meminta agar otoritas jasa keuangan (OJK) segera melakukan pemerikasaan dan evaluasi kinerja dewan komisaris BAS dan juga meminta Pj Gubernur Aceh sebagai pemegang saham pengendali bersikap tegas dan tidak ragu-ragu menganti dewan komisatis BAS. “Kalau dalam pemeriksaan nanti oleh OJK ditemukan ada anggota dewan komisaris melakukan kesalahan yang berimplikasi menyulitkan usaha bank yang dikelola, OJK bisa memberhentikan anggota dewan komisaris bersangkutan dan itu dibenarkan. Namun disamping itu, Pj Gubernur sebagai PSP juga harus berani dan tegas untuk mengganti dekom BAS,” ujarnya.
Anggota dewan komisaris memperoleh persetujuan dari OJK diatur dalam peraturan bank Indonesia No. 14/9/PBI/2012 tentang uji kemampuan dan kepatutan (Fit and Propre Test). “Jika pihak dekom kinerjanya tidak memenuhi syarat maka sah-sah diberhentikan, dan kemudian kita mendorong agar dilakukan fit and propert test untuk pemilihan dekom BAS selanjutnya,” ujarnya.
Pihaknya juga berharap agar dekom BAS diganti dengan orang-orang yang berkompeten dan memiliki track record di dunia perbankan. Sehingga dapat berkontribusi maksimal untuk kemajuan usaha BAS.
” Kita juga menyarankan setelah dekom diganti agar PSP dapat memilih dekom yang benar layak dan tepat. Satu mewakili pemerintah satu orang, akademisi 1 orang dan 3 orang dari kalangan profesional, sehingga nantinya dalam melakukan pengawasan dan memberikan masukan akan sesuai dengan kemampuannya sebagaiman tugas dan fungsinya. Ini penting untuk menghindari terpilihnya dewan komisaris yang hanya bisa makan gaji buta dan menikmati fasilitas tanpa peran dan kontribusi sebagaimana mestinya,” tutupnya.