Saree, NEWSCEOACEH. COM – Air adalah sumber kehidupan. Namun, masyarakat Saree kini merasakan kenyataan pahit: sumber air yang dulu melimpah kini semakin sulit dijangkau. Sungai tempat anak-anak dulu berenang kini menyusut, bahkan mengering di beberapa titik. Warga yang telah lama tinggal dan besar di Saree kini saling berebut air bersih demi kebutuhan dasar rumah tangga.
Keluhan demi keluhan mulai muncul, salah satunya dari warga Desa Sukadamai, Saree, yang enggan disebut namanya. Ia mengungkapkan bahwa keluarganya kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Kondisi ini diperparah oleh aktivitas pembukaan lahan dan perambahan hutan di kawasan penyangga sumber air oleh oknum tak bertanggung jawab.
“Orang dari luar Saree datang membabat hutan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Mereka tidak memikirkan dampaknya untuk kami dan anak cucu kami nanti,” ujar salah satu warga kepada awak media.
Warga Saree mendesak para pemangku kepentingan, mulai dari kecamatan, kemukiman, desa hingga aparat hukum untuk membuka mata dan telinga atas kerusakan yang tengah terjadi. Mereka menuntut tindakan tegas terhadap praktik perambahan hutan berkedok pembukaan lahan pertanian, yang sejatinya adalah bentuk pembalakan liar.
Langkah-Langkah Mendesak yang Diharapkan Warga:
Pendataan ulang penduduk Saree, dengan memastikan legalitas domisili, terutama yang tinggal di dekat kawasan hutan lindung.
Kepala desa (keuchik) wajib mengetahui aktivitas warga di wilayahnya, termasuk indikasi perambahan hutan.
Koordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait, seperti Polhut dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pelaporan resmi ke pemerintah daerah, termasuk Bupati dan instansi konservasi.
Keuchik Sukadamai disebut telah menggelar musyawarah desa dan berencana meninjau langsung lokasi bersama pihak terkait pada Senin, 1 Juli 2025, sebagai tindak lanjut dari laporan masyarakat yang kini telah viral di media sosial.
Sementara itu, Muhammad T. Is, aktivis lingkungan dari Lembaga AcehAgri, mendesak pemerintah Aceh agar segera turun tangan. Ia menegaskan pentingnya pengawasan terhadap alih fungsi lahan dan meminta Taman Hutan Raya (Tahura) dan Polisi Kehutanan (Polhut) untuk bertindak cepat.
“Jika tidak segera dicegah, krisis air di Saree akan terus memburuk. Sumber air ini bukan hanya untuk Saree, tapi juga penting bagi Banda Aceh, Aceh Besar, dan Pidie,” tegasnya.
Pembina Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) juga meminta aparat desa agar bertindak keras terhadap perambah,termasuk warga luar yang mengganggu ekosistem Seulawah.
Sebagai solusi, warga juga berharap program reboisasi dari pemerintah Aceh segera digalakkan kembali, dengan pembagian bibit tanaman perkebunan seperti pinang unggul dan aren unggul di wilayah yang telah dirambah. Hal ini diyakini bisa mencegah bencana banjir bandang di musim hujan yang akan datang.
“Saleum Aneuk Saree” — Bersatu kita jaga Bumi Saree.
Langkah nyata dan ketegasan dari para pemimpin dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan hutan lindung Seulawah dan memastikan keberlanjutan sumber air bagi generasi mendatang.