Jakarta – ceoaceh-Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia (PWMOI) sekaligus Sekjen MOI (Media Online Indonesia), HM.Jusuf Rizal, SH mengapresiasi statament Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol Agus Andrianto,SH. MH terkait posisi hukum produk jurnalistik atau pers yang tak boleh dibawa ke ranah pidana.
Jusuf Rizal mengingatkan bahwa pernyataan dari Wakapolri Agus Ardianto tersebut harus jadi pegangan bagi seluruh jajaran kepolisian di Indonesia.
Menurut pria berdarah Madura-Batak yang juga penggiat anti-korupsi itu, saat ini banyak wartawan yang bekerja sesuai UU Pers 40 Tahun 1999, masih dikriminalisasi. Padahal memiliki bukti atas pemberitaan dan memenuhi syarat sebagai wartawan.
“Banyak rekan-rekan wartawam yang dikriminalisasi PWMOI dan MOI bela serta dibantu LBH LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat). Biasanya itu terkait politik atas permintaan penguasa pusat hingga daerah,” tegas Jusuf Rizal yang juga Ketua LBH LSM LIRA/Presiden LSM LIRA itu.
Kedepan, Jusuf Rizal menilai jika masih ada upaya keiminalisasi wartawan menggunakan UU ITE, maka dukungan Wakapolri Agus Andrianto itu menjadi penting.
“Kita hargai sikap penegak hukum seperti ini. Sebab wartawan juga merupakan pilar keempat demokrasi,” tandas Jusuf Rizal.
Sebelumnya, Wakapolri Komjen Pol Agus Andrianto,SH. MH mengingatkan seluruh pihak bahwa produk jurnalistik yang diproduksi lewat mekanisme jurnalisme yang sah dari perusahaan pers legal, tidak dapat dibawa ke ranah pidana.
Produk tersebut juga tidak dapat dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.
“Untuk kasus yang memang dimunculkan adalah sesuatu hal benar (berita), wartawannya juga tidak boleh diproses kalau memang informasi itu benar, bukan fitnah,” kata Agus.
Agus mengatakan hal ini merupakan bagian dari kesepakatan antara Polri dengan Dewan Pers. Kesepakatan yang diperbarui itu wajib dipatuhi oleh kepolisian.
“Kesepakatan itu melindungi pemberitaan yang diproduksi oleh perusahaan pers yang diakui Dewan Pers,” tambahnya.
Seluruh anggota kepolisian, lanjut Agus, harus menggunakan mekanisme sengketa pers sesuai aturan yang ditetapkan Dewan Pers serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kalau masih memungkinkan, penegakan hukum itu menjadi pintu terakhir, tetapi setelah ditempuh klarifikasi, upaya mediasi para pihak. Kalau sudah mentok, baru diputuskan apakah penyelidikannya dilanjut atau tidak,” kata Agus.
Sementara Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (As SDM) Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan media sosial dan media massa siber adalah dua produk berbeda.
Media sosial, kata dia, dibuat tanpa konfirmasi maupun diklarifikasi. Adapun media massa siber sebaliknya, media perusahaan pers bisa dikonfirmasi maupun dimintai klarifikasi apabila terjadi kekeliruan pemberitaan.
“Bagi teman-teman media, semua produk yang dihasilkan dilindungi Undang-undang. Saat ini kecepatan informasi di media sosial bisa mencakup semua tanpa batas waktu dan wilayah. Cuma, produk jurnalistik harus bisa dipertanggungjawabkan baik diklarifikasi maupun dikonfirmasi,” tuturnya.
Sebagai Kepala Divisi Humas Mabes Polri periode 2021-2023, kata Dedi menambahkan, produk jurnalistik justru memberikan sosialisasi, edukasi dan memberikan pencerahan bagi masyarakat. Inilah yang tidak dimiliki produk atau konten yang ada di media sosial yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Kami berharap media bahu membahu memerangi konten berbau hoaks. Teman-teman media jauh lebih lugas menghadapi bersama-sama Pemilu 2019 yang sangat panjang dan keras, dan sudah dihadapi sebelumnya. Teman media juga punya tanggungjawab besar terhadap negeri ini apalagi di tahun Pemilu 2024,” tandasnya.
Karowassidik Bareskrim Polri, Brigjen Pol Iwan Kurniawan pada kesempatan itu menegaskan pihaknya telah melaksanakan sosialisasi bertepatan dengan Hari Pers tahun 2023 kepada semua penyidik di Sumatera Utara terkait dengan penanganan perkara sengketa Pers.
“Saya yakin di Sulawesi Selatan juga disosialisasikan seperti itu. Dilaksanakan MoU kepada seluruh rekan-rekan penyidik, setiap produk-produk jurnalistik itu tidak boleh dipidana. Karena produk jurnalistik melalui assessment, verifikasi, konfirmasi, dan itu adalah kewenangan Dewan Pers,” katanya.
“Namun, Dewan Pers bukan berarti menangani sendiri apa yang menjadi laporan atau pengaduan dari semua pihak. Para pihak yang merasa keberatan dengan berita yang dihasilkan media itu Dewan Pers yang menilai. Boleh dikatakan pemanggilan, melakukan diskusi dan ada tahapan-tahapannya. Jadi, tidak bisa produk jurnalistik yang betul-betul perusahaan pers terdaftar itu dipidana, tidak bisa,” ungkap Iwan.